Sunday, 22 November 2015

TEORI-TEORI SASTRA



Untuk memahami dan menikmati karya sastra diperlukan pemahaman tentang teori sastra. Teori sastra menjelaskan kepada kita tentang konsep sastra sebagai salah satu disiplin ilmu humaniora yang akan mengantarkan kita ke arah pemahaman dan penikmatan fenomena yang terkandung di dalamnya. Dengan mempelajari teori sastra, kita akan memahami fenomena kehidupan manusia yang tertuang di dalam teori sastra.



Tugas Makalah
TEORI-TEORI SASTRA
uho.jpg




OLEH:
KELOMPOK 5
FAKULTAS ILMU BUDAYA
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2015



BAB I
PENDAHULUAN

A.        Latar Belakang
Apakah Sastra itu? Pertanyaan ini tidak mudah dijawab. Setiap jawaban yang diberikan tidak akan menimbulkan kepuasan penanya. Namun demikian, jika seseorang ditanya tentang apakah ia pernah membaca karya sastra. Jawabannya, “ya, pernah atau belum”. Atau, jika seseorang ditanya apakah ia menyukai sastra, dengan segera pula timbul jawabannya, “ya” atau “tidak”, sesuai dengan pengalaman keseharian hidupnya bergaul dengan sastra. Ini berarti, secara konseptual yang ditanya tidak dapat menjelaskan tentang “apa itu sastra”, tetapi dalam keseharian ia mengenal “sastra sebagai suatu objek yang dihadapinya.
Dalam kehidupan keseharian pula, pada umumnya orang menyukai sastra. Kata-kata mutiara, ungkapan-ungkapan yang bersifat persuasif yang merupakan salah satu ciri khas keindahan bahasa sastra sering kali digunakan orang dalam situasi berkomunikasi. Kenyataan ini menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan orang ke arah bersastra.
Untuk memahami dan menikmati karya sastra diperlukan pemahaman tentang teori sastra. Teori sastra menjelaskan kepada kita tentang konsep sastra sebagai salah satu disiplin ilmu humaniora yang akan mengantarkan kita ke arah pemahaman dan penikmatan fenomena yang terkandung di dalamnya. Dengan mempelajari teori sastra, kita akan memahami fenomena kehidupan manusia yang tertuang di dalam teori sastra.
Sebaliknya juga, dengan memahami fenomena kehidupan manusia dalam teori sastra kita akan memahami pula teori sastra. Melalui makalah ini, secara umum diharapkan Anda dapat memahami teori-teori sastra itu seperti apa sebagai bekal Anda dalam mempelajari apresiasi dan kajian sastra.




B.     Rumusan Masalah
Dari pembahasan yang dimunculkan, setidaknya terdapat dua masalah pokok dalam makalah ini, diantaranya adalah:
1.      Apa itu teori sastra?
2.      Bagaimana hakikat sastra dan ruang lingkupnya?
3.      Apa saja macam-macam teori sastra?
4.      Bagaimana hubungan teori sastra dengan kritik sastra dan sejarah sastra?


C. Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian teori sastra
2.      Untuk mengetahui hakikat sastra dan ruang lingkupnya
3.      Untuk mengetetahui macam-macam teori sastra
4.      Untuk mengetahui hubungan teori sastra dengan kritik sastra dan sejarah sastra















BAB II
PEMBAHASAN

A.        Pengertian Teori Sastra
Teori sastra ialah cabang ilmu sastra yang mempelajari tentang prinsip-prinsip, hukum, kategori, kriteria karya sastra yang membedakannya dengan yang bukan sastra. Secara umum yang dimaksud dengan teori adalah suatu sistem ilmiah atau pengetahuan sistematik yang menerapkan pola pengaturan hubungan antara gejala-gejala yang diamati. Teori berisi konsep/ uraian tentang hukum-hukum umum suatu objek ilmu pengetahuan dari suatu titik pandang tertentu. Suatu teori dapat dideduksi secara logis dan dicek kebenarannya (diverifikasi) atau dibantah kesahihannya pada objek atau gejala-gejala yang diamati tersebut.

B.         Hakikat sastra dan ruang lingkup ilmu sastra
Pengertian tentang sastra sangat beragam. Berbagai kalangan mendefinisikan pengertian tersebut menurut versi pemahaman mereka masing-masing. Menurut A. Teeuw, sastra dideskripsikan sebagai segala sesuatu yang tertulis; pemakaian bahasa dalam bentuk tulis.
Sementara itu, Jacob Sumardjo dan Saini K.M. mendefnisikan sastra dengan 5 buah pengertian, dan dari ke-5 pengertian tersebut dibatasi menjadi sebuah definisi. Sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, semangat, dan keyakinan dalam suatu bentuk gambaran konkret yang membangkitkan pesona dengan alat bahasa. Secara lebih rinci lagi, Faruk mengemukakan bahwa pada mulanya pengertian sastra amat luas, yakni mencakup segala macam hasil aktivitas bahasa atau tulis-menulis. Seiring dengan meluasnya kebiasaan membaca dan menulis, pengertian tersebut menyempit dan didefinisikan sebagai segala hasil aktivitas bahasa yang bersifat imajinatif, baik dalam kehidupan yang tergambar di dalamnya, maupun dalam hal bahasa yang digunakan untuk menggambarkan kehidupan itu.
Untuk mempelajari sastra lebih dalam lagi, setidaknya terdapat 5 karakteristik sastra yang mesti dipahami. Pertama, pemahaman bahwa sastra memiliki tafsiran mimesis. Artinya, sastra yang diciptakan harus mencerminkan kenyataan. Kalau pun belum, karya sastra yang diciptakan dituntut untuk mendekati kenyataan. Kedua, manfaat sastra. Mempelajari sastra mau tidak mau harus mengetahui apa manfaat sastra bagi para penikmatnya. Dengan mengetahui manfaat yang ada, paling tidak kita mampu memberikan kesan bahwa sastra yang diciptakan berguna untuk kemaslahatan manusia. Ketiga, dalam sastra harus disepakati adanya unsur fiksionalitas. Unsur fiksionalitas sendiri merupakan cerminan kenyataan, merupakan unsur realitas yang tidak ‘terkesan’ dibuat-buat. Keempat, pemahaman bahwa karya sastra merupakan sebuah karya seni. Dengan adanya karakteristik sebagai karya seni ini, pada akhirnya kita dapat membedakan mana karya yang termasuk sastra dan bukan sastra. Kelima, setelah empat karakteristik ini kita pahami, pada akhirnya harus bermuara pada kenyataan bahwa sastra merupakan bagian dari masyarakat. Hal ini mengindikasikan bahwa sastra yang ditulis pada kurun waktu tertentu memiliki tanda-tanda, yang kurang lebih sama, dengan norma, adat, atau kebiasaan yang muncul berbarengan dengan hadirnya sebuah karya sastra.
Ilmu sastra sudah merupakan ilmu yang cukup tua usianya. Ilmu ini sudah berawal pada abad ke-3 SM, yaitu pada saat Aristoteles (384-322 SM) menulis bukunya yang berjudul Poetica yang memuat tentang teori drama tragedi. Istilah poetica sebagai teori ilmu sastra, lambat laun digunakan dengan beberapa istilah lain oleh para teoretikus sastra seperti The Study of Literatur, oleh W.H. Hudson, Theory of Literature Rene Wellek dan Austin Warren, Literary Scholarship Andre Lafavere, serta Literary Knowledge (ilmu sastra) oleh A. Teeuw.
Ilmu sastra meliputi ilmu teori sastra, kritik sastra, dan sejarah sastra. Ketiga disiplin ilmu tersebut saling terkait dalam pengkajian karya sastra. Dalam perkembangan ilmu sastra, pernah timbul teori yang memisahkan antara ketiga disiplin ilmu tersebut. Khususnya bagi sejarah sastra dikatakan bahwa pengkajian sejarah sastra bersifat objektif sedangkan kritik sastra bersifat subjektif. Di samping itu, pengkajian sejarah sastra menggunakan pendekatan kesewaktuan, sejarah sastra hanya dapat didekati dengan penilaian atau kriteria yang ada pada zaman itu.
Bahkan dikatakan tidak terdapat kesinambungan karya sastra suatu periode dengan periode berikutnya karena dia mewakili masa tertentu. Walaupun teori ini mendapat kritikan yang cukup kuat dari teoretikus sejarah sastra, namun pendekatan ini sempat berkembang dari Jerman ke Inggris dan Amerika. Namun demikian, dalam praktiknya, pada waktu seseorang melakukan pengkajian karya sastra, antara ketiga disiplin ilmu tersebut saling terkait.


C.        Macam-Macam Teori Sastra
1.       Teori Struktural
Teori struktural merupakan sebuah teori sastra yang digunakan untuk menganalisis karya sastra berdasarkan strukturnya. Teori ini menggunakan pendekatan objektif yang mamandang karya sastra bersifat otonom dan terlepas dari pembaca maupun pengarangnya.
Secara eksplisit tesis Watson mengemukakan bahwa dasar teorinya adalah strukturalisme genetik Goldman yang tak lain adalah pengembangan teori George Lukacs. Dalam tesisnya yang membahas tentang novel Indonesia dari rentang tahun 1920 sampai 1950, yang dilihat dari latar sosiokultural dan segi pandangan dunianya. Saama seperti Goldmann, Watson juga menaruh perhatian yang kuat pada teks sastra sebagai suatu struktur yang koheren.
Akan tetapi dalam pengembangan tesisnya, ia ternyata tidak sepenuhnya setia pada kerangka teori yang ia gunakan. Ini disebabkan karena factor genesis yang tak tak dapat dijelaskan secara sosiokultural sebagaimana yang dijelaskan goldmann sehingga tersisiplah teori hegemoni Gramscian dalam analisisnya mengenai novel terbitan balai pustaka dan non balaipustaka. Keduanya terbatas pada sebuah eksplanasi berupa perubahan system nilai masyarakat dan diperhitungkannya sejumlah mediasi yang oleh Goldmann tak pernah terpikirkan, misalnya tentang mediasi tradisi sastra tradisional.
Genesis novel Indonesia Novel Indonesia menurut Watson adalah novel yang terbit mulai tahun 1920 yang diterbitkan oleh balai pustaka. Novel Indonesia dibangun dari rentang tradisi yang sangat panjang sejak terjadinya perkembangan komunikasi di jawa dan sumatera, terutama sejak munculnya pers pribumi dalam bahasa melayu rendah dan jawa. Melayu rendah disini adalah sastra hasil pembaca cina peranakan karena ceritanya dianggap berbahan dari sastra tradisional cina.
Pada tahun-tahun terakhir banyak novek realisme sosialis yang ditulis oleh penulis orang belanda atau indo-eropa yang tak lain adalah tiruan dari novel hindia belanda berbahasa belanda. Sirkulasi novel tersebut terbilang luas sehingga cukup membuat pemerintah colonial resah karena takut jika pada akhirnya, “melek huruf” ini akan mengganggu stabilitas keamanan politis kekuasaannya.
Dalam teori struktural, bagian yang dianalisis meliputi tema, tokoh, alur, latar serta sudut pandang. Tema merupakan gagasan utama pada sebuah cerita, tokoh merupakan pelaku cerita. Istilah tokoh menunjuk kepada pelaku cerita, karakter menunjuk pada perwatakan tokoh, sedangkan penokohan merupakan perwujudan dan pengembangan tokoh dalam sebuah cerita.
Yang dimaksud dengan latar yakni tempat terjadinya peristiwa dalam sebuah karya sastra, kemudian sudut pandang yakni titik pengisahan dalam karya sastra.
Studi (kajian) sastra struktural tidak memperlakukan sebuah karya sastra tertentu sebagai objek kajiannya. Yang menjadi objek kajiannya adalah sistem sastra, yaitu seperangkat konvensi yang abstrak dan umum yang mengatur hubungan berbagai unsur dalam teks sastra sehingga unsur-unsur tersebut berkaitan satu sama lain dalam keseluruhan yang utuh.
Meskipun konvensi yang membentuk sistem sastra itu bersifat sosial dan ada dalam kesadaran masyarakat tertentu, namun studi sastra structural beranggapan bahwa konvensi tersebut dapat dilacak dan dideskripsikan dari analisis struktur teks sastra itu sendiri secara otonom, terpisah dari pengarang ataupun realitas sosial. Analisis yang seksama dan menyeluruh terhadap relasi-relasi berbagai unsure yang membangun teks sastra dianggap akan menghasilkan suatu pengetahuan tentang sistem sastra.
2.       Teori Psikologi Sastra
Menurut Harjana ( 1991: 60) pendekatan psikologi sastra dapat diartikan sebagai suatu cara analisis berdasarkan sudut pandang psikologi dan bertolak dari asumsi bahwa karya sastra selalu saja membahas tentang peristiwa kehidupan manusia yang merupakan pancaran dalam menghayati dan mensikapi kehidupan. Disini fungsi psikologi itu sendiri adalah melakukan penjelajahan kedalam batin jiwa yang dilakukan terhadap tokoh-tokoh yang terdapat dalam karya sastra dan untuk mengetahui lebih jauh tentang seluk-beluk tindakan manusia dan reponnya terhadap tindakan lainnya.
Psikologi adalah kajian menguraikan kejiwaan dan meneliti alam bawah sadar pengarang. Sedangkan Hubungan antara sastra dan psikologi karena munculnya istilah psikologi sastra yang membahas tentang hukum-hukum psikologi yang diterapkan pada karya sastra, misalnya karakter tokoh-tokoh dalam suatu karya sastra diciptakan pengarang berdasarkan kondisi psikologis yang dibangun oleh pengarangnya.
Psikologi sastra adalah teori sastra yang digunakan untuk menganalisis unsur kejiwaan yang ada di dalam karya sastra. Sigmund Freud membagi kepribadian manusia menjadi 3 aspek yakni id , ego, dan superego. Id merupakan kepribadian manusia yang berhubungan dengan aspek kesenangan, ego merupakan kepribadian manusia yang berusaha menekan id dengan berpegang kepada kenyataan, dan superego yakni kepribadian manusia yang lebih menekankan kesempurnaan dibanding dengan kepuasan serta berasal dari nurani yang berhubungan erat dengan moral.
Teori sastra psikoanalisis menganggap bahwa karya sastra sebagai symptom (gejala) dari pengarangnya. Dalam pasien histeria gejalanya muncul dalam bentuk gangguangangguan fisik, sedangkan dalam diri sastrawan gejalanya muncul dalam bentuk karya kreatif. Oleh karena itu, dengan anggapan semacam ini, tokoh-tokoh dalam sebuah novel, misalnya akan diperlakukan seperti manusia yang hidup di dalam lamunan si pengarang. Konflik-konflik kejiwaan yang dialami tokoh-tokoh itu dapat dipandang sebagai pencerminan atau representasi dari konflik kejiwaan pengarangnya sendiri.
Akan tetapi harus diingat, bahwa pencerminan ini berlangsung secara tanpa disadari oleh si pengarang novel itu sendiri dan sering kali dalam bentuk yang sudah terdistorsi, seperti halnya yang terjadi dengan mimpi. Dengan kata lain, ketaksadaran pengarang bekerja melalui aktivitas penciptaan novelnya. Jadi, karya sastra sebenarnya merupakan pemenuhan secara tersembunyi atas hasrat pengarangnya yang terkekang (terepresi) dalam ketaksadaran.
Sepanjang masa hidupnya, Freud adalah seorang yang produktif. Meskipun ia dianggap sosok yang kontroversial dan banyak tokoh yang berseberangan dengan dirinya, Freud tetap diakui sebagai salah seorang intelektual besar. Pengaruhnya bertahan hingga saat ini, dan tidak hanya pada bidang psikologi, bahkan meluas ke bidang-bidang lain. Karyanya, Studies in Histeria (1875) menandai berdirinya aliran psikoanalisa, berisi ide-ide dan diskusi tentang teknik terapi yang dilakukan oleh Freud.
Freud membagi mind ke dalam consciousness, preconsciousness dan unconsciousness. Dari ketiga aspek kesadaran, unconsciousness adalah yang paling dominan dan paling penting dalam menentukan perilaku manusia (analoginya dengan gunung es). Di dalam unsconscious tersimpan ingatan masa kecil, energi psikis yang besar dan instink. Preconsciousness berperan sebagai jembatan antara conscious dan unconscious, berisi ingatan atau ide yang dapat diakses kapan saja. Consciousness hanyalah bagian kecil dari mind, namun satu-satunya bagian yang memiliki kontak langsung dengan realitas.

3.       Teori Kepribadian Abdul Aziz Ahyadi
Kepribadian adalah suatu organisasi sistem jiwa raga yang dinamis dalam diri perorangan yang menentukan penyesuaian terhadap diri terhadap lingkungan. Teori Kepribadian Abdul Aziz Ahyadi merupakan teori yang menganalisis sisi kepribadian yang ada dalam karya sastra. Baik kepribadian masyarakat yang diceritakan, maupun kepribadian tokoh-tokohnya.
4.       Sosiologi Sastra
Karena karya sastra dianggap sebagai cerminan dari kehidupan sosial masyarakatnya, maka karya sasta bersifat unik. Karena imajinasi pengarang karya sastra dipadukan dengan kehidupan sosiak yang kompleks. Sosiologi sastra merupakan teori sastra yang menganalisis sebuah karya sastra didasarkan pada segi-segi kemasyarakatan. Karya sastra juga dianggap sebagai ekspresi pengarang. Disebabkan oleh tindakan manusia yang tidak dapat lepas dari interaksi sosial dan komunikasi serta kepribadian manusia dipengaruhi oleh sistem budaya, maka struktur sosial pengarang dapat mempengaruhi bentuk karya sastra itu sendiri.
5.       Kritik Sastra Feminis
Dalam arti leksikal, feminisme merupakan gerakan wanita yang menuntut persamaan hak sepenuhnya antara perempuan dan laki-laki namun bukan merupakan gerakan pemberontakan terhadap kaum laki-laki melainkan hanya menuntut gerakan peningkatan terhadap harkat dan martabat wanita. 
Jadi dalam kritik sastra feminis, para kritikus sastra menginginkan suatu hak yang sama dalam mengungkapkan makna baru dalam karya sastra, serta menentukan ciri relevan yang ada dalam karya sastra sebab kritikus tersebut menggunakan cara dan pandangan baru dalam pengkajiannya.Kritikus sastra dapat mengkaji karya sastra melalui tiga tahap, yakni tahap pertama peneliti mengidentifikasi tokoh perempuan dalam karya sastra dan keududukannya dalam masyarakat, kemudian peneliti mencari tahu tujuan hidup tokoh perempuan yang igambarkan penulis, dan yang terakhir mengamati sikap penulis dalam menulis karya sastra.
Teori sastra feminisme melihat karya sastra sebagai cerminan realitas sosial patriarki. Oleh karena itu, tujuan penerapan teori ini adalah untuk membongkar anggapan patriarkis yang tersembunyi melalui gambaran atau citra perempuan dalam karya sastra. Dengan demikian, pembaca atau peneliti akan membaca teks sastra dengan kesadaran bahwa dirinya adalah perempuan yang tertindas oleh sistem sosial patriarki sehingga dia akan jeli melihat bagaimana teks sastra yang dibacanya itu menyembunyikan dan memihak pandangan patriarkis.
Di samping itu, studi sastra dengan pendekatan feminis tidak terbatas hanya pada upaya membongkar anggapan-anggapan patriarki yang terkandung dalam cara penggambaran perempuan melalui teks sastra, tetapi berkembang untuk mengkaji sastra perempuan secara khusus, yakni karya sastra yang dibuat oleh kaum perempuan, yang disebut pula dengan istilah ginokritik. Di sini yang diupayakan adalah penelitian tentang kekhasan karya sastra yang dibuat kaum perempuan, baik gaya, tema, jenis, maupun struktur karya sastra kaum perempuan. Para sastrawan perempuan juga diteliti secara khusus, misalnya proses kreatifnya, biografinya, dan perkembangan profesi sastrawan perempuan.
Penelitian-penelitian semacam ini kemudian diarahkan untuk membangun suatu pengetahuan tentang sejarah sastra dan sistem sastra kaum perempuan.

6.       Resepsi Sastra
Resepsi sastra adalah kualitas keindahan yang timbul sebagai akibat hubungan antara karya sastra dengan pembaca. Jika peneliti menggunakan resepsi sastra dalam penelitiannya, maka harus ditentukan terlebih dahulu maksud pengarang yang sebenarnya, barulah mencari tahu reaksi dari pembaca setelah membaca karya sastra.
Teori resepsi pembaca berusaha mengkaji hubungan karya sastra dengan resepsi (penerimaan) pembaca. Dalam pandangan teori ini, makna sebuah karya sastra tidak dapat dipahami melalui teks sastra itu sendiri, melainkan hanya dapat dipahami dalam konteks pemberian makna yang dilakukan oleh pembaca. Dengan kata lain, makna karya sastra hanya dapat dipahami dengan melihat dampaknya terhadap pembaca.
Karya sastra sebagai dampak yang terjadi pada pembaca inilah yang terkandung dalam pengertian konkretisasi, yaitu pemaknaan yang diberikan oleh pembaca terhadap teks sastra dengan cara melengkapi teks itu dengan pikirannya sendiri. Tentu saja pembaca tidak dapat melakukan konkretisasi sebebas yang dia kira karena sebenarnya konkretisasi yang dia lakukan tetap berada dalam batas horizon harapannya, yaitu seperangkat anggapan bersama tentang sastra yang dimiliki oleh generasi pembaca tertentu.

Horizon harapan pembaca itu ditentukan oleh tiga hal, yaitu
1. kaidah-kaidah yang terkandung dalam teks-teks sastra itu sendiri,
2. pengetahuan dan pengalaman pembaca dengan berbagai teks sastra, dan
3. kemampuan pembaca menghubungkan karya sastra dengan kehidupan nyata.
Butir ketiga ini ditentukan pula oleh sifat indeterminasi teks sastra, yaitu kesenjangan yang dimiliki teks sastra terhadap kehidupan real. Teori resepsi sastra beranggapan bahwa pemahaman kita tentang sastra akan lebih kaya jika kita meletakkan karya itu dalam konteks keragaman horizon harapan yang dibentuk dan dibentuk kembali dari zaman ke zaman oleh berbagai generasi pembaca.
Dengan begitu, dalam pemahaman kita terhadap suatu karya sastra terkandung dialog antara horizon harapan masa kini dan masa lalu. Jadi, ketika kita membaca suatu teks sastra, kita tidak hanya belajar tentang apa yang dikatakan teks itu, tetapi yang lebih penting kita juga belajar tentang apa yang kita pikirkan tentang diri kita sendiri, harapanharapan kita, dan bagaimana pikiran kita berbeda dengan pikiran generasi lain sebelum kita. Semua ini terkandung dalam horizon harapan kita.
7.       Teori Marxis
Teori Marxis memberikan penekanan terhadap kehidupan manusia yang mana didalam kehidupan manusia itu sendiri ditentukan oleh sistem sosial dan ekonomi. Marxis memandang bahwa sejarah, budaya dan ekonomi saling berkaitan dalam memahami kelompok masyarakat. Sebab Marxisme sendiri merupakan faham yang percaya bahwa penentu dari suatu kehidupan adalah sosio ekonomi.
8.       Sastra Poskolonial
Merupakan kesusastraan yang membawa pandangan subversif terhadap penjajah dan penjajahan (Aziz, 2003: 200).
9.        Stilistika Studi Sastra
Merupakan ilmu yang menganalisis cara penggunaan dan gaya bahasa dalam suatu karya sastra.
10.   Kajian Semiotik
Semiotik adalah ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda (Hoed, 1992: 2). Dalam pandangan semiotik yang berasal dari teori Saussure, bahwa bahasa merupakan sebuah sistem tanda dan sebagai suatu tanda bahasa mewakili sesuatu yang lain yang disebut dengan makna. Jika dalam suatu teks kesastraan bahasa menjadi sebuah sistem tanda, maka bukan hanya mengarah pada tataran makna pertama melainkan pada tataran makna tingkat kedua.
D.        Hubungan Teori Sastra dengan Kritik Sastra dan Sejarah Sastra
Pada hakikatnya, teori sastra membahas secara rinci aspek-aspek yang terdapat di dalam karya sastra, baik konvensi bahasa yang meliputi makna, gaya, struktur, pilihan kata, maupun konvensi sastra yang meliputi tema, tokoh, penokohan, alur, latar, dan lainnya yang membangun keutuhan sebuah karya sastra. Di sisi lain, kritik sastra merupakan ilmu sastra yang mengkaji, menelaah, mengulas, memberi pertimbangan, serta memberikan penilaian tentang keunggulan dan kelemahan atau kekurangan karya sastra.
Sasaran kerja kritikus sastra adalah penulis karya sastra dan sekaligus pembaca karya sastra. Untuk memberikan pertimbangan atas karya sastra kritikus sastra bekerja sesuai dengan konvensi bahasa dan konvensi sastra yang melingkupi karya sastra.
Demikian juga terjadi hubungan antara teori sastra dengan sejarah sastra. Sejarah sastra adalah bagian dari ilmu sastra yang mempelajari perkembangan sastra dari waktu ke waktu, periode ke periode sebagai bagian dari pemahaman terhadap budaya bangsa.
Perkembangan sejarah sastra suatu bangsa, suatu daerah, suatu kebudayaan, diperoleh dari penelitian karya sastra yang dihasilkan para peneliti sastra yang menunjukkan terjadinya perbedaan-perbedaan atau persamaan-persamaan karya sastra pada periode-periode tertentu.
Secara keseluruhan dalam pengkajian karya sastra, antara teori sastra, sejarah sastra dan kritik sastra terjalin keterkaitan.




























BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Dalam kehidupan sehari-hari pada umumnya orang menyukai sastra. Kata-kata mutiara, ungkapan-ungkapan yang bersifat persuasif yang merupakan salah satu ciri khas keindahan bahasa sastra sering kali digunakan orang dalam situasi berkomunikasi. Kenyataan ini menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan orang ke arah bersastra.
Untuk memahami dan menikmati karya sastra diperlukan pemahaman tentang teori sastra. Teori sastra menjelaskan kepada kita tentang konsep sastra sebagai salah satu disiplin ilmu humaniora yang akan mengantarkan kita ke arah pemahaman dan penikmatan fenomena yang terkandung di dalamnya. Dengan mempelajari teori sastra, kita akan memahami fenomena kehidupan manusia yang tertuang di dalam teori sastra.

















DAFTAR PUSTAKA

Atmazaki. (1990). Ilmu Sastra: Teori dan Terapan. Bandung: Angkasa Raya.
Luxemburg, et.al. (1982). Pengantar Ilmu Sastra. Terjemahan Dick Hartoko. Jakarta: Gramedia.
Wellek & Warren A.(1993). Teori Kesusasteraan (Diindonesiakan Melami Budianta) Jakarta: Gramedia.

1 comment:

  1. Menganalisis karya sastra dengan berbagai teori sastra dan pendekatan sastra

    ReplyDelete

CONTOH LAPORAN PERJALANAN KE GALERI LUKISAN

LAPORAN PERJALANAN KE MASJIDI GALERI LUKISAN Laporan: Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Apres...