NAMA
: ISBUL
ANSARI
STAMBUK : N1A414003
KELAS : GANJIL
PROG.
STUDI : SASTRA INDONESIA
ICON, INDEX, DAN SIMBOL
Tanda dalam kehidupan manusia bisa tanda
gerak atau isyarat. Lambaian tangan yang bisa diartikan memanggil atau anggukan
kepala dapat diterjemahkan setuju. Tanda bunyi, seperti tiupan peluit,
terompet, genderang, suara manusia, dering telpon. Tanda tulisan, di antaranya
huruf dan angka. Bisa juga tanda gambar berbentuk rambu lalulintas, dan masih
banyak ragamnya (Noth, 1995:44).
Menurut Pierce, seorang filsuf Jerman,
ditinjau dari relasinya, maka tanda dibedakan atas 3 jenis: Yaitu icon, index,
dan symbol. Isu penting
dalam mempelajari tanda adalah bagaimana kita bisa mengapresiasi tentang
simbol. Ini adalah pemahaman kunci terhadap penggunaan bahasa, dan merupakan
pembeda utama antara komunikasi manusia dengan komunikasi dengan binatang.
Terutama dalam konteks komunikasi visual, pemahaman yang benar dan mendalam
tentang tanda sangat berperan pada saat proses penciptaan unsur rupa.
Pertama,
perlu dicatat bahwa tanda adalah pola stimulus yang memiliki makna tertentu.
Perbedaan yang paling mudah dikenali di antara ketiga jenis tanda tersebut
adalah, bagaimana makna yang dikandungnya tersirat atau terhubung dengan pola
yang ditunjukkannya. Sebagai stimulus, ia hanya "merangsang"
pemirsanya untuk menangkap makna-makna tersebut.
1.
Icon
Icon
atau ikon, adalah bentuk yang paling sederhana, karena ia hanya pola yang
menampilkan kembali obyek yang ditandainya, sebagaimana bentuk fisik obyek itu.
Ikon cenderung hanya menyederhanakan bentuk, tetapi mencoba menampilkan bagian
yang paling esensial dari bentuk tersebut. Berikut beberapa contoh sederhana
ikon yang biasa kita temui:
-
Gambar
wajah Anda, adalah ikon dari diri Anda.
-
Ikon
printer di komputer Anda, adalah ikon dari fungsi mencetak, yang akan dilakukan
oleh mesin printer. Tulisan "Print" saja bukanlah ikon, karena tidak
mewakili ciri fisik printer.
-
Gambar
rokok berasap yang dicoret dengan garis diagonal, kita pahami sebagai larangan
merokok di sekitar lokasi tersebut.
-
Kata-kata
yang bisa menjadi ikonik, misalnya dalam komik yang sering menggunakan
kata-kata untuk mengekspresikan efek suara dari suatu peristiwa. Misalnya efek
meledak, "DHUAAR!" (penggunaan seperti ini sering disebut sebagai onomotopoetic.)
Tidak mudah menentukan seberapa
mirip seharusnya sebuah ikon terhadap obyek yang diwakilinya. Semakin sering
kita melihat tanda itu, akan menjadi kebiasaan sehingga dengan mudah dikenali
sebagai tanda Ikon. Obyek yang diikonkan juga mempengaruhi, karena semakin
familiar obyek tersebut, semakin mudah diikonkan, dan dipahami. Tetapi selalu
ada konteks budaya lokal yang akan mempengaruhi, sehingga perlu memeriksa
apakah budaya tertentu memiliki pemahaman yang khusus terhadap sebuah tanda
ikon.
2.
Index
Indeks
diterjemahkan secara literal sebagai some sensory feature (sesuatu
yang dapat dilihat, didengar, atau mudah tercium baunya) yang kemudian
menghubungkannya dengan obyek tertentu. Binatang adalah makhluk yang paling
terbiasa menggunakan index sebagai alat mereka mengenali lingkungan sekitarnya.
Anjing pelacak misalnya, sangat tajam penciumannya, sehingga mampu membedakan
bau mangsa atau bahaya.
Beberapa contoh yang biasa kita temui:
Beberapa contoh yang biasa kita temui:
-
Awan
yang gelap dipahami sebagai tanda (index) akan datangnya hujan.
-
Bagi
ikan, laut atau situasi air yang lebih terang karena cahaya, menandakan daerah
itu lebih hangat (asumsinya, dekat dengan cahaya matahari).
-
Jejak
binatang, bisa dipahami para pemburu sehingga dapat mengenali binatang apa yang
baru saja melewati daerah tersebut.
-
Dialek
dalam berbahasa, bisa dipahami sebagai tanda bahwa seseorang berasal dari
wilayah tertentu (dialek Jawa, bahasa Inggris dari Amerika atau gaya British,
dl).
Perlu dicatat, bahwa index selalu
dipahami berdasarkan frekuensi kemunculannya. Artinya, untuk memahami
tanda-tanda tersebut, perlu paparan berulang, terutama bagi manusia. Manusia
belajar dari alam mengenai tanda-tanda alam, sehingga semakin sering suatu
tanda muncul dan diikuti oleh peristiwa, atau kehadiran obyek tertentu, semakin
hafal manusia terhadap index tersebut. Sebagian tanda bahkan diciptakan oleh
manusia, agar lebih mudah mengenali suatu peristiwa atau obyek tertentu,
misalnya:
-
Suara
dari katel uap, yang menandakan air sudah mendidih.
-
Lampu
merah yang menandakan kita harus berhenti sebelum lampu tersebut.
Hubungan antar tanda index dengan
obyeknya, tidak selalu sempurna dimaknai. Manusia biasanya yang paling bandel
dalam melabrak makna-makna tersebut, misalnya lampu merah yang tetap dilanggar.
Binatang, cenderung patuh, karena mereka hanya mengandalkan insting. Kata-kata
bisa menjadi index ketika berhubungan langsung dengan makna yang dimaksud,
tanpa tergantung dengan kata-kata lain. Misalnya kata-kata "Di sini",
atau "Saya", perlu pengarah agar jelas siapa yang dimaksud. Tanpa
pengarah itu, maka kata-kata itu bisa bermakna ganda.
3. Symbol
Bagaimana dengan semua kata benda dalam bahasa kita?
Anak-anak, biasanya diperkenalkan dengan kata-kata yang indexial, misalnya menggunakan
istilah "Guguk" untuk menyebut anjing, atau "Bombom" untuk
menyebut mobil.
Meski ini tampak seperti index, tetapi terkadang istilah itu
digunakan tanpa adanya kehadiran si obyek. Artinya, bahkan ketika anjing atau
mobil tidak nampak, kita bisa menggunakan kata-kata tersebut untuk
berkomunikasi dengan anak.
Misalnya kata-kata yang sering digunakan untuk benda-benda
yang masih diragukan keberadaannya, misalnya Monster, atau Hantu. Kata-kata ini
digunakan, tetapi sebenarnya bukan index karena sulit dibuktikan hubungan
antara kata tersebut dengan obyeknya. Maka manusia membuat interpretasinya
sendiri. Begitupun dengan gambar. Apakah gambar hantu selalu seperti pocong?
Karena di budaya tertentu, yang disebut hantu sama sekali tidak seperti pocong.
Simbol kemudian digunakan untuk membuat asosiasi terhadap
suatu obyek yang tidak harus berhubungan langsung baik secara fisik maupun
karena kehadirannya dalam waktu tertentu. Simbol dalam kata-kata seringkali
dengan mudah keluar dari konteksnya, dan hampir selalu berhubungan dengan
kata-kata lainnya. Perlu dicatat, bahwa manusia seringkali mampu memahami
sesuatu konsep, tanpa harus melihat langsung atau mengalaminya.
Misalkan ketika membicarakan Es dan Salju. Kita di wilayah
tropis yang tidak pernah melihat hujan salju atau hujan es, dapat memahami apa
yang dimaksud dengan kata itu. Ini karena adakata lain yang dapat menjelaskan
sifat dari kata yang dimaksud, misalnya Es dan Salju berkaitan dengan kata
sifat, Dingin atau Membeku. Di sinilah kekuatan utama simbol yang diciptakan
manusia.
Ketika manusia sudah memiliki perbendaharaan kata indeksial
yang kuat, dengan mudah ia dapat mengembangkan kata tertentu sebagai simbol.
Dengan cara menemukan analogi atau hubungan yang masuk akal, kita bisa
menggunakan suatu kata sebagai simbol yang sebenarnya keluar dari konteks kata
yang sebenarnya. Misalnya, kata Meledak, kemudian digunakan juga untuk orang
yang sedang marah besar. Padahal, kata meledak berhubungan secara indeksial dengan
bahan peledak seperti bom. Begitupun dalam bahasa visual. Gambar-gambar
tertentu kemudian dengan mudah dapat menjadi simbol terhadap makna tertentu.
Berlian misalnya, sebagai mineral yang erat hubungannya dengan perhiasan, yang
kemudian juga menjadi simbol keabadian. Pemaknaan ini terjadi karena berlian
dianggap sangat keras, tak akan lekang dimakan waktu, juga dalam berbagai
cuaca. Hanya manusia yang mampu menggunakan simbol, karena binatang akan
menggunakan pemaknaan secara indexial, sesuai insting yang mereka miliki.
Sumber :
http://dkv-unpas.blogspot.co.id/2011/04/ikon-indeks-dan-symbol.html. diakses pada
tanggal 26 September 2015
No comments:
Post a Comment