Makalah Kemaritiman (Potensi Tanjung Kayu Angin)-Pantai kayu angin adalah salah satu destinasi wisata laut yang memiliki kemiripan dengan pantai Kuta Bali. Tanjung Kayu Angin ini memiliki Suasana dan pemandangan alam yang begitu sejuk, yang tidak kalah dengan pantai Kuta Bali. . Bahkan, aset pariwisata Kolaka ini telah mampu menghasilkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang cukup besar bagi Pemda Kolaka.Namun sayangnya, obyek wisata yang cukup indah ini sekarang telah diabaikan begitu saja. Untuk lebih jelasnya anda dapat membaca makalah ini bawah ini.
Tuesday, 2 December 2014
MAKALAH TENTANG POTENSI KEMARITIMAN OBYEK WISATA LAUT KAYU ANGIN
Makalah Kemaritiman (Potensi Tanjung Kayu Angin)-Pantai kayu angin adalah salah satu destinasi wisata laut yang memiliki kemiripan dengan pantai Kuta Bali. Tanjung Kayu Angin ini memiliki Suasana dan pemandangan alam yang begitu sejuk, yang tidak kalah dengan pantai Kuta Bali. . Bahkan, aset pariwisata Kolaka ini telah mampu menghasilkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang cukup besar bagi Pemda Kolaka.Namun sayangnya, obyek wisata yang cukup indah ini sekarang telah diabaikan begitu saja. Untuk lebih jelasnya anda dapat membaca makalah ini bawah ini.
MAKALAH PANCASILA DALAM KONTEKS KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA
Makalah pancasila- Pancasila merupakan landasan dan
dasar negara Indonesia yang mengatur seluruh struktur ketatanegaraan Republik
Indonesia. Dalam pemerintahan Indonesia, masih banyak bahkan sangat benyak
anggota-anggotanya dan juga sistem pemerintahannya yang tidak sesuai dengan
nila-nilai yang ada dalam setiap sila Pancasila. Padahal jika membahas negara
dan ketatanegaraan Indonesia mengharuskan ingatan kita meninjau dan memahami
kembali sejarah perumusan dan penetapan Pancasila, Pembukaan UUD, dan UUD 1945
oleh para pendiri dan pembentuk negara Republik Indonesia. Untuk pembahasan yang lebih jelas anda dapat langsung membaca makalah berikut ini.
Tuesday, 18 November 2014
CONTOH PROPOSAL DISKUSI PUBLIK (Menyikapi Pergaulan Bebas Remaja)
Contoh proposal diskusi publik -Baiklah teman-teman yang saya cintai, kali ini saya ingin memposting contoh proposal diskusi publik. Apakah teman-teman semua sudah mengetahui pengertian proposal?? Proposal itu berasal dari bahasa inggris to propose yang artinya
mengajukan dan secara sederhana proposal dapat diartikan sebagai bentuk
pengajuan atau permohonan, penawaran baik itu berupa ide, gagasan,
pemikiran maupun rencana kepada pihak lain untuk mendapatkan dukungan
baik itu yang sifatnya izin, persetujuan, dana dan lain - lain. Proposal
juga dapat diartikan sebagai sebuah tulisan yang dibuat oleh si penulis
yang bertujuan untuk menjabarkan atau menjelaskan sebuah rencana dan
tujuan suatu kegiatan kepada pembaca.
Thursday, 13 November 2014
MAKALAH TENTANG PEMBELAJARAN SASTRA INDONESIA
Makalah Pembelajaran Sastra Indonesia- Belakangan ini sastra
dianggap kurang penting dan kurang berperan dalam masyarakat Indonesia hari
ini. Padahal Sastra
Indonesia merupakan unsur bahasa yang terdapat di dalam bahasa
Indonesia, berdasarkan garis besarnya sastra berarti bahasa yang
indah atau tertata dengan baik, dan gaya penyajiannya menarik, sehingga
berkesan di hati pembacanya. Namun sering kali kita tidak mengerti apa yang di
maksud dengan sastra, kebanyakan orang menyamakan antara sastra dan bahasa. Pasti sudah penasaran dan pengen tahu tentang apa sebenarnya pengertian dari sastra ini.
Untuk lebih jelas dan tidak bertele-tele lagi langsung saja baca makalah sastra berikut ini..
Monday, 10 November 2014
MAKALAH TENTANG SOSIOLOGI DAN SEJARAH PENDIDIKAN SOSIOLOGI
Makalah Sosiologi- Sejak manusia
dilahirkan di dunia ini, secara sadar maupun tidak, sesungguhnya ia telah belajar
dan berkenalan dengan hubungan-hubungan social yaitu hubungan antara manusia
dalam masyarakat. Hubungan sosial out dimulai dari hubungan antara anak dengan
orang tua kemudian meluas hingga ketetangga. Tahukah anda bahwa ternyata anda telah melakukan aktivitas Sosiologi secara tidak sadar?? Sosiologi adalah ilmu
masyarakat atau ilmu yang mempelajari struktur sosial dan proses sosial,
termasuk perubahan-perubahan sosial. (Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi).
Untuk lebih lengkapnya pengertian sosiologi dapat anda baca di makalah berikut ini..
Wednesday, 5 November 2014
MAKALAH TENTANG FILSAFAT PENDIDIKAN
Di dalam filsafat pendidikan ada berbagai macam materi, diantaranya ialah aliran-aliran filsafat pendidikan. Disinilah kita akan mengetahui bahwa dalam filsafat pendidikan membahas mengenai aliran-aliran yang sebelumnya belum kita ketahui. Aliaran-aliran tersebut ialah aliran esensialisme dan aliran perennialisme. Esensialisme beranggapan, bahwa manusia perlu kembali kepada kebudayaan lama, yaitu kebudayaan yang telah ada semenjak peradaban manusia yang pertama. Sedangkan Aliran perennialisme ini dianggap sebagai “regressive road to culture” yakni jalan kembali, atau mundur kepada kebudayaan masa lampau.
Untuk lebih jelasnya, anda dapat membaca makalah dan pembahasan Filsafat Pendidikan berikut ini.
Monday, 3 November 2014
KUMPULAN TUGAS MAKALAH BUAT ANAK SMA: CONTOH TUGAS SURAT NIAGA PENAWARAN PRODUK KECANTIK...
KUMPULAN TUGAS MAKALAH BUAT ANAK SMA: CONTOH TUGAS SURAT NIAGA PENAWARAN PRODUK KECANTIK...: Surat Niaga Penawaran Produk Kecantikan - Mungkin sebagian besar dari kita tidak banyak mengetahui tentang surat yang satu ini dan a...
CONTOH TUGAS SURAT NIAGA PENAWARAN PRODUK KECANTIKAN
Surat Niaga Penawaran Produk Kecantikan - Mungkin sebagian besar dari kita tidak banyak mengetahui tentang surat
yang satu ini dan apa fungsinya. Surat Niaga adalah surat resmi yang
isinya berupa tawaran, jual-beli yang berhubungan dengan barang/jasa
yang biasanya dipakai dalam perdagangan dan perniagaan. Surat ini
berguna untuk membangun kerja sama dengan pihak lain.
Penawaran barang dibuat untuk tujuan promosi yaitu memberikan informasi
kepada calon pembeli mengenai produk-produk yang dijual. Di dalam surat
penawaran tersebut biasanya juga berisi dengan penawaran diskon pembelian dan atau bonus lain untuk promosi.
Untuk lebih jelasnya mari kita pelajari bersama contoh surat penawaran barang berikut.
Untuk lebih jelasnya mari kita pelajari bersama contoh surat penawaran barang berikut.
Wednesday, 1 October 2014
PENGARUH PENDUDUKAN JEPANG DI INDONESIA DI BIDANG POLITIK, MILITER DAN SOSIAL
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Hingga
hari ini, pendidikan dipercaya sebagai sesuatu hal yang penting. Semenjak
memercayai pendidikan, dunia berubah menjadi kota-kota yang didapati gedung-gedung
besar dan panjang yang di dalamnya berisi deretan meja dan kursi. Tempat inilah
yang kemudian disebut sekolah. Bermula dari tempat itulah konon pendidikan
dimulai.
Tugas
filsafat pendidikan disini bermaksud memberi bekal kepada para pendidik untuk
menjadi paham persoalan-persoalan mendasar pendidikan. Dengan demikian,
memungkinkan mereka untuk mengevaluasi dan terus mengembangkan pendidikan
menjadi semakin baik. Secara etis, filsafat pendidikan membekali diri untuk
melakukan pelacakan-pelacakan tentang tujuan-tujuan hidup dan pendidikan.
Di
dalam filsafat pendidikan ada berbagai macam materi, diantaranya ialah
aliran-aliran filsafat pendidikan. Disinilah kita akan mengetahui bahwa dalam
filsafat pendidikan membahas mengenai aliran-aliran yang sebelumnya belum kita
ketahui. Aliaran-aliran tersebut ialah aliran esensialisme dan aliran
perennialisme. Esensialisme beranggapan, bahwa manusia perlu kembali kepada
kebudayaan lama, yaitu kebudayaan yang telah ada semenjak peradaban manusia
yang pertama. Sedangkan Aliran perennialisme ini dianggap sebagai “regressive
road to culture” yakni jalan kembali, atau mundur kepada kebudayaan masa lampau.
B. Rumusan masalah
1.
Apakah yang dimaksud
dengan aliran esensialisme dan perenialisme?
2.
Bagaimanakah peran
aliran esensialisme dan perenialisme dalam pendidikan?
C. Tujuan
1. Mengetahui
pengertian aliran esensialisme dan perennialisme.
2. Mengetahui
peranan aliran esensialisme dan perennialisme dalam pendidikan.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Esensialisme
1.
Pengertian
dan Sejarah Aliran Esensialisme
Aliran esensialisme
adalah suatu aliran filsafat yang lebih merupakan perpaduan ide filsafat
idealism-objektif di satu sisi dan realism-objektif di sisi lainnya. Oleh
karena itu, wajar jika ada yang mengatakan bahwa Plato lah sebagai peletak
asas-asas filosofis aliran ini, ataupun Aristoteles dan Democritos sebagai
peletak dasar-dasarnya.Kendatipun kemunculan aliran ini didasari oleh pemikiran
filsafat idealism Plato dan realism Aristoteles, namun bukan berarti kedua
aliran ini lebur ke dalam paham esensialisme. Sebagai sebuah aliran filsafat,
esensialisme telah lahir sejak zaman renaissance, bahkan dapat dikatakan sejak
zaman Plato dan Aristoteles (Muhmidayeli. 2011: 166).
Esensialisme pertama
kali muncul sebagai reaksi atas simbiolisme mutlak dan dogmatisme abad
pertengahan. Aliran ini beranggapan, bahwa manusia perlu kembali kepada
kebudayaan lama, yaitu kebudayaan yang telah ada semenjak peradaban manusia
yang pertama. Hal ini mengingat kebudayaan lama itu telah banyak membuktikan kebaikan-kebaikannya untuk manusia
(Muhmidayeli. 2011: 166).
Esensilisme didasari
atas pandangan humanisme yang merupakan reaksi terhadap hidup yang mengarah
pada keduniawian, serta ilmiah dan materialistic.Selain itu juga diwarnai. Oleh
pandangan-pandangan dari paham penganut aliran idealism dan realism. Imam
Barnadib (1981), menyebutkan beberapa tokoh utama yang berperan dalam
penyebaran aliran esensialisme yaitu :
-
Desiderius Erasmus,
humanis Belanda yang hidup pada akhir abad 15 dan permulaan abad 16, yang
merupakan tokoh pertama yang menolak pandangan hidup yang berpijak pada dunia
lain. Erasmus berusaha agar kurikulum sekolah bersifat huanistis dan bersifat
internasional, sehingga bias mencakup lapisan menengah dan kaum aristocrat.
-
Johann Amos Comenius yang
hidup diseputar tahun 1592-1670, adalah seorang yang memiliki pandangan realis
dan dogamis. Comenius berpendapat bahwa pendidikan mempunyai peranan membentuk
anak sesuai dengan kehendak Tuhan, karena pada hakikatnya dunia adalah dinamis
dan bertujuan.
-
John Locke, tokoh dari
Inggris yang hidup pada tahun 1632-1704 sebagai pemikir dunia berpendapat bahwa
pendidikan hendaknya selalu dekat dengan situasi dan kondisi. Locke mempunyai
sekolah kerja untuk anak-anak miskin.
-
Johann Henrich
Pestalozzi, sebagai seorang tokoh yang berpandangan naturalistis yang hidup
pada tahun 1746-1827. Pestalozzi mempunyai kepercayaan bahwa sifat-sifat alam
itu tercermin pada manusia, sehingga pada diri manusia terdapat
kemampuan-kemampuan wajarnya. Selain itu, ia mempunyai keyakinan bahwa manusia
juga mempunyai hubungan transcendental langsung dengan Tuhan.
-
Johann Friederich
Frobel (1782-1852) sebagai tokoh yang bepandangan kosmis-sintesis dengan
keyakinannya bahwa manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang merupakan bagian
dari alam ini, sehingga manusia tunduk dan mengikuti ketentuan-ketentuan hukum
alam. Terhadap pendidikan Frobel memandang anak sebagai makhluk yang
berekspresi kreatif, yang dalam tingkah lakunya akan Nampak adanya kualitas
metafisis. Karenanya tugas pendidikan adalah memimpin anak didik kea rah
kesadaran diri sendiri yang murni, selaras dengan fitrah kajadiannya.
-
Jihann Friederich
Herbert yang hidup pada tahun 1776-1841, sebagai salah seorang murid Immanuel kant yang perpandangan kritis, Herbert berpendapat bahwa tujuan
pendidikan adalah menyesuaikan jiwa seseorang dengan kebajikan dari yang Mutlak dalam arti penyesuaian dengan
hokum-hukum kesusilaan dan inilah yang disebut proses pencapaian tujuan
pendidikan oleh Herbert sebagai pengajaran yang mendidik.
-
William T. Harris,
tokoh dari Amerika Serikat hidup pada tahun 1835-1909. Harris yang pandangannya
dipengaruhi oleh Hegel berusaha menerapkan idealism obyektif pada pendidikan
umum. Tugas pendidikan baginya adalah mengizinkan terbukanya realita
berdasarkan susunan yang pasti, berdasarkan kesatuan spiritual. Kedudukan
sekolah adalah sebagai lembaga yang memelihara nilai-nilai yang telah turun
temurun dan menjadi penuntun penyesuaian diri kepada masyarakat.
2.
Konsep
Pendidikan Esensialis
Ahli pendidikan
esensialis tidak memandang anak sebagai orang yang jahat, dan tidak pula
memandang anak sebagai orang yang secara alamiah baik. Anak-anak tersebut tidak
akan menjadi anggota masyarakat yang
berguna, kecuali kalau anak-anak secara aktif dan penuh semangat diajarkan
nilai disiplin, kerja keras, dan rasa hormat
pada pihak berwenang/punya otoritas. Kemudian, para guru adalah
membentuk para siswa, menangani insting-insting alamiah dan nonproduktif mereka
(seperti agresi, kepuasan indera tanpa nalar, dll) dibawah pengawasan sampai
pendidikan mereka selesai. (Uyoh. 2010 : 160)
Menurut filsafat
esensialisme, pendidikan sekolah harus bersifat praktis dan memberi anak-anak
pengajaran yang logis yang mempersiapkan mereka untuk hidup, sekolah tidak boleh
mencoba mempengaruhiatau menetapkan kebijakan-kebijakan sosial. Walaupun
demikian ritik-kritik terhadap esensialisme mendakwa bahwa orientasi yang
terikat tradisi pada pendidikan sekolah akan mengindoktrinasi siswa dan
mengesampingkan kemungkinan perubahan. Kaum esensialis menjawab bahwa dengan
tanpa suatu pendekatan esensialis, para
siswa akan terindoktrinasi pada kurikulum humanistik dan atau behavioral yang
menjalankan perlawanan pada standar-standar dan kebutuhan yang diperlukan
masyarakat untuk ditata (Uyoh. 2010 : 161).
Dalam esensialisme,
biasanya akan diajarkan beberapa mata pelajaran yang diatur mirip dengan
Membaca, menulis, sastra, bahasa asing, sejarah, matematika, sains, seni dan
musik. Peran guru dikalangan esensialis sangat berbeda dengan di kalangan
progresif yang sama sekali tidak otoritatif bahkan hanya menjadi fasilitator,
sebaliknya berupaya untuk kembali menjadi otoritatif. Oleh karena itu,
sikap-sikap yang ditanamkan adalah menanamkan rasa hormat terhadap otoritas,
ketekunan, tugas, pertimbangan dan kepraktisan
(Taguh. 2011 : 162).
3.
Landasan
Filosofis Esensialisme
Esensialisme memandang bahwa
manusia sebagai bagian dari alam semesta yang bersifat mekanis dan tunduk pada
hukum-hukumnya yang objektif-kausalitas, maka iapun secara nyata terlibat dan
tunduk pula pada hukum-hukum alam.Dengan demikian, manusia selalu bergerak dan
berkembang sesuai dengan ketentuan-ketentuan hukum natural yang bersifat
universal
(Muhmidayeli. 2011: 168).
Para esensialis
memandang, bahwa ilmu pengetahuan mulai dari upaya manusia dalam memandang
realitas melalui bantuan alat panca indra. Atas dasar penggunaan alat indranya,
manusia kemudian akan dapat memahami dan mengerti apa yang ia lihat sehingga
melahirkan ide dengan cara membuat relasi antar fakta dan realitas tidak lain
adalah melalui kesadaran jiwa dalam memandang fakta tersebut. Oleh karena itu
adalah sesuatu hal mustahil ilmu pengetahuan tumbuh dan berkembang jika
semata-mata berdasarkan pada hal-hal yang bersifat indrawi saja tanpa mengikut
sertakan fungsi akal manusia (Muhmidayeli. 2011: 168).
Aliran ini berpendapat,
bahwa sumber segala pengetahuan manusia terletak pada keteraturan lingkungan
hidup.Dalam bidang aksiologi, nilai bagi aliran ini, seperti kebenaran, berakar
dalam dan berasal dari sumber objektif.Watak sumber merupakan perpaduan
pandangan idealisme dan realisme
(Muhmidayeli. 2011: 168).
4.
Prinsip-prinsip
Esensialis
Menurut George (2007 :
178-181), Prinsip-prinsip esensialis terdiri atas :
a.
Tugas Pertama Sekolah
adalah Mengajarkan Pengetahuan Dasariah
Bagi kalangan Esensialis, pendidikan mempunyai
tugas pokok menyelenggarakan pembelajaran keterampilan-keterampilan dasariah
dan materi, yang dengan penguasaan penuh, akan meyiapkan peserta didik untuk
berfungsi sebagai anggota masyarakat yang berperadaban. Sekolah dasar menurut
kalangan esensialis, harus memusatkan perhatian pada kurikulum yang dirancang
untuk menanamkan keterampilan-keterampilan dasar yang memberi sumbangan pada kemampuan baca tulis dan
penguasaan hitungan aritmatik.
b.
Belajar adalah usaha
keras dan menuntut kedisiplinan
Kalangan esensialis
‘dikecewakan’ oleh kenyataan bahwa banyak lulusan sekolah menengah secara
fungsional tidak terpelajar dan bahwa sejumlah besar mahasiswatingkat pertama
perguruan tinggi (masih) membutuhkan hal yang sangat elementer dari bahsa inggris.sekolah-sekolah, menurut
mereka, terlalu lama berpusat pada keinginan-keinginan para peserta didik. Ini
telah membuat sebuah lelucon pendidikan. Apa yang diperlukan peserta didik
adalah pemerolehan pengetahuan tentang dunia ini melalui penguasaan materi
ajar ajang esensial dan dasariah.
c.
Belajar adalah usaha
keras dan menuntut kedisiplinan
Mempelajari
hal-hal yang esensial tidak bisa
selamnya dihubungkan dengan kepentingan
dan keinginan peserta didik. Meskipun pendekatan pemecahan masalah
kalangan progresif terhadap belajar acapkali berguna, (namun) harus disadari
bahwa tidak semua materi ajar dapat dijabarkan ke dalam masalah-masalah dan
proyek-proyek.Banyak dari perlu dipellajari dengan metode-metode yang ‘keras
dan kaku’ seperti penghafalan dan drill.Bagi banyak pesertadidik, ketertarikan
(minat) berkembang setelah mereka melakkukan sejumlah usaha yang diperlukan
untuk memahami suatu bidang materi kajian.
d.
Guru adalah lokus
otoritas ruang kelas
Kalangan esensialis
berpendapat bahwa guru bukanlah orang yang mengikuti keinginan murid atau seorang pemandu.
Koranya, guru adalah orang yang mengetahui apa yang dibutuhkan peserta didiknya
untuk diketahui, dan sudah sedemikian
kenal dengan tatanan logis materi
ajar dan cara penyampaiannya.
5.
Pandangan
Esensialisme tentang Pendidikan
Kelompok esensialis
memandang, bahwa pendidikan yang didasari pada nilai-nilai yang fleksibel dapat
menjadikan pendidikan ambivalen dan tidak memiliki arah dan orientasi yang
jelas. Oleh karena itu, agar pendidikan memiliki tujuan yang jelas dan kukuh
diperlukan nilai-nilai yang kukuh yang
akan mendatangkan kestabilan. Untuk itu, perlu dipilih nilai-nilai yang
mempunyai tata yang jelas dan telah teruji oleh waktu.
6.
Tujuan
Pendidikan Esensialisme
Tujuan pendidikan
adalah untuk meneruskan warisan budaya dan warisan sejarah melalui pengetahuan
inti yang terakumulasi dan telah bertahan dalam kurun waktu yang lama, serta
merupakan suatu kehidupan yang telah teruji oleh waktu dan dikenal oleh semua
orang. Pengetahuan tersebut bersama dengan skill, sikap, dan nilai-nilai yang
memadai akan mewujudkan elemen-elemen pendidikan yang esensial. Tugas siswa
adalah menginternalisasikan atau menjadikan miliki pribadi elemen-elemen
tersebut (Uyoh. 2010 : 161).
Selain merupakan
warisan budaya, tujuan pendidikan esensialisme adalah mempersiapkan manusia
untuk hidup.Namun, hidup tersebut sangat kompleks dan luas, sehingga
kebutuhan-kebutuhan untuk hidup tersebut berada di luar wewenang sekolah.Hal
ini tidak berarti bahwa sekolah tidak dapat memberikan kontribusi untuk
mempersiapkan hidup tersebut.Kontribusi sekolah terutama bagaimana merancang
sasaran mata pelajaran sedemikian rupa terutama tujuan pelajaran yang dapat
dipertanggungjawabkan, yang pada akhirnya memadai untuk mempersiapkan manusia
hidup. (Uyoh. 2010 : 161)
Esensialisme berupaya
untuk mengajar siswa dengan berbagai pengetahuan sejarah melalui mata kuliah
inti dalam displin akademis tradisional. Esensialisme juga bermaksud menanamkan
pengetahuan akademis, patriotisme, dan pengembangan karakter. Pendekatan
tradisional ini dimaksudkan untuk melatih pikiran, mempromosikan penalaran dan
menjamin budaya umum
(Teguh. 2011 : 162).
B.
Perennialisme
1.
Perennialisme
dalam Pengertian dan Sejarah
Perennialisme diambil
dari kata “perennial”, menurut Oxford Advenced Learner’s Dictionary of
Current English, artinya adalah: “Continuing
throughout the whole year”, atau “lasting
for a every long time. Berdasarkan
arti kata yang dikemukakan kamus tersebut, maka dapat dipahami bahwa, “perennialisme” adalah aliran filsafat yang berpegang pada nilai-nilai dan/norma-norma
yang bersifat kekal-abadi (Muhammad. 2009: 78).
Teori kependidikan
kalangan perenialis mencuat sebuah pemikiran formal (resmi) pada dekade 1930-an
sebagai bentuk reaksi terhadap kalangan progresif, yang mana kalangan
perenialis merasakan runyamnya bangunan intelektual kehidupan bangsa Amerika
karena penekanan mereka di sekolah-sekolah terhadap keterpusatan pada subjek
didik, paham kekinian, dan penyesuaian hidup. Perenialisme modern secara umum
menampilkan sebuah penolakan besar-besaran terhadap cara pandang progresif.
Bagi kalangan perennialisme, permanensi (keajengan),
meskipun pergolakan-pergolakan politik dan sosial yang sangat menonjol, adalah
lebih riil (nyata) daripada konsep perubahan kalangan pragmatis. Dengan
demikian kalangan perenialis mempelopori gerakan kembali pada hal-hal absolut
dan mempokuskan pada ide-gagasan yang luhur-menyejarah dari budaya manusia
ide-gagasan semacam ini telah terbukti keabsahan dan kegunaannya karena mampu
bertahan dari ujian waktu. Perenialisme menekankan arti penting akal budi,
nalar dan karya-karya besar pemikir masa lalu
(George 2007:164).
Seperti yang dikatakan
di atas perennialisme merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir
sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. Perennialisme menentang
pandangan progresivisme yang menekankan perubahan dan sesuatu yang baru.
Perennialisme memandang situasi dunia dewasa ini penuh kekacauan,
ketidakpastian, dan ketidakteraturan, terutama dalam kehidupan moral,
intelektual, dan sosio-kultural. Oleh karena itu, perlu ada usaha untuk
mengamankan ketidakberesan tersebut (Uyoh 2011:151).
Aliran ini dianggap
sebagai “regressive road to culture” yakni jalan kembali, atau mundur kepada
kebudayaan masa lampau. Perenialisme menghadapi kenyataan dalam kebudayaan
manusia sekarang, sebagai satu krisis kebudayaan dalam kehidupan manusia
modern. Untuk menghadapi situasi krisis itu, perennialisme memberikan pemecahan
dengan jalan “kembali kepada kebudayaan masa lampau,” kebudayaan yang dianggap
ideal (Mohammad. 1983: 295).
Dalam pendidikan, kaum
perenialis berpandangan bahwa dalam dunia yang tidak menentu dan penuh
kekacauan serta membahayakan, seperti kita rasakan dewasa ini, tidak ada
satupun yang lebih bermanfaat daripada kepastian tujuan pendidikan, serta
kestabilan dalam perilaku pendidik (Uyoh. 2011: 151).
Pendidikan harus lebih
banyak mengarahkan pusat perhatiannya kepada kebudayaan ideal yang telah teruji
dan tangguh. Karena itu perennialisme memandang pendidikan sebagai jalan
kembali, atau proses mengembalikan keadaan manusia sekarang seperti dalam
kebudayaan ideal dimaksud, “education as cultural regression.” Perennialisme
tak melihat jalan yang menyakinkan selain kembali kepada prinsip-prinsip yang
telah sedemikian membentuk sikap kebiasaan, bahkan kepribadian manusia selain
kebudayaan dulu dan kebudayaan abad pertengahan (Mohammad. 1983: 295).
Perennialisme
memilih prisi demikian karena realita zaman modern memberi alasan objektif,
memberi kondisi untuk pilihan itu. Untuk prinsip ide itu, Bramel menulis:
“.......kaum
perennialisme mereasi dan melawan kegagalan-kegagalan dan tragedi-tragedi dalam
abad modern ini dengan mundur kembali kepada kepercayaan-kepercayaan yang
aksiomatis, yang telah teruji tangguh, baik dalam teori realita, teori ilmu
pengetahuan, maupun teori nilai, yang telah memberi dasar fundamental bagi
abad-abad sebelumnya (Mohammad. 1983: 295).
Dalam bidang
pendidikan, perennialisme sangat dipengaruhi oleh tokoh-tokoh utamanya: Plato,
Aristoteles dan Thomas Aquinas, Perennialisme dalam bahasa latin disebut dengan
“Philosophia Perennis”, dan berdasarkan
pendapat Hamdani Ali dalam bukunya Filsafat Pendidikan, dikategorikan sebagai
pendukung kuat filsafat Essensialisme. Aristoteles dan kemudian didukung oleh
St. Thomas Aquinas yang melanjutkan pengembangannya sebagai pembaharu utama
dalam abad ke XIII, berhasil dengan mulus memberikan dasar atau landasan
pemikiran sehingga aliran perennialisme ini berkembang beriringan dengan
berkembangnya zaman, tanpa melepas asas atau landasan pemikirannya.
Dibandingkan dengan aliran-aliran filsafat yang banyak bermunculan, tetapi
banyak pula diantaranya yang tidak berkembang, sehingga tidak banyak memberikan
corak pemikiran pada masa-masa sesudahnya. Lain halnya dengan perennialisme,
terus –menerus tumbuh-berkembang, dari satu generasi ke generasi berikutnya, berkelanjutan
dari tahun ke tahun, bahkan ratusan tahun telah berlalu, tetap hidup sepanjang
waktu. Maka, aliran ini benar-benar dapat
disebut sebagai filsafat perennial, yaitu filsafat yang abadi, filsafat yang
hidup kekal sepanjang masa (Muhammad. 2009: 79).
Aristoteles
mengemukakan pemikiran dasar berdirinya aliran perennialisme, menegaskan
bahwa batu pondasi dari bangunan alam semesta ini adalah logis dalam
karakternya, yaitu prinsip kembar “aktualitas” dan “potensialitas”. Setiap sesuatu yang ada, tidak hanya merupakan
kombinasi antara zat/benda yang merupakan unsur potensialitas dengan bentuk
yang merupakan unsur aktualitas, akan tetapi juga sebagaimana yang dinyatakan
oleh Aquinas, merupakan sesuatu yang datang bersama, dari sesuatu “apa” yang terkandung dalam “inti” yang merupakan unsur
potensialitas, dengan tindakan untuk “berada”
yang merupakan unsur aktualitas (Muhammad. 2009: 80).
2.
Prinsip-prinsip
Perennialisme
a.
Manusia adalah Hewan
Rasional
Kalangan perenialis
menilai manusia secara umum mempunyai kesamaan dengan dunia hewan dalam hal
keinginan, kesenangan dan tugsa kerja. Sebagai contoh, anjing-anjing merasa
senang mengendarai motor, dapat membawa muatan dan bentuk kerja lainnya, dan
menyukai makanan yang disiapkan untuk manusia. Dalam pengertian semacam ini,
manusia dan hewan banyak mempunyai kesamaan. Hal yang membuat berbeda adalah
kenyataan, bahwa dari seluruh jenis hewan, hanya manusialah yang mepunyai
kecerdasan rasional. Ini adalah karakteristik manusia yang paling berharga dan
unik. Aristoteles beranggapan bahwa manusia adalah hewan rasional, dan kalangan
perennialis senada dalam hal ini. Dengan demikian, pandangan mereka tentang
pendidikan amat mengutamakan pada pendidikan sisi rasional manusia. Hutchins
menuliskan, bahwa “ada suatu hal esensial untuk menjadi manusia, dan suatu hal
esensial pula belajar mempergunakan akal pikir.” Setelah seseorang
mengembangkan akal pikirnya, ia akan dapat menggunakan nalarnya untuk
mengontrol nafsu dan syahwatnya (George. 2007: 169).
b.
Hakikat (watak) Dasar
Manusia Secara Universal Tak Berubah; Oleh Karena itu, Pendidikan Harus Sama
Untuk Setiap Orang.
Salah satu kenyataan
penting menyangkut hakikat rasional manusia adalah bahwa hakikat rasional ini
ada pada seluruh manusia disepanjang penggal sejarahnya. Jika manusia adalah
hewan rasional dan jika orang-orang itu sama dalam hal ini, maka itu berarti
bahwa semua orang harus mendapatkan pendidikan yang sama (George. 2007: 170).
c.
Pengetahuan Secara
Universal Tak Berubah; karena itu Ada Materi Kajian Dasar Tertentu yang Harus
Diajarkan pada Semua Orang.
Pendidikan, menurut
kalangan perenialis yang berlawanan dengan kalangan progresif “janganlah
menyesuaikan individu dengan dunia, akan tetapi lebih pada menyesuaikan dengan
kebenaran”. Kurikulum janganlah memusatkan pada kepentingan jangka pendek
subjek didik, sesuatu yang sesaat tampak penting atau apa yang menarik bagi
masyarakat tertentu dalam waktu dan tempat yang sangat spesifik. Fungsi
pendidikan bukanlah latihan vokasional atau profesional. Sekolah harus
memusatkan pada pendidikan intelek untuk menyerap dan memahami
kebenaran-kebenaran abadi dan esensial yang menghubungkan peran manusia dalam
kehidupan masyarakat. Pengetahuan dasar semacam ini akan membantu orang
memahami satu sama lain dan akan membekali mereka secara lebih baik untuk
berkomunikasi dan membangun sebuah tatanan sosial yang lebih memuaskan (George.
2007: 171).
Menurut Robert
Hutchkins, tujuan pendidikan adalah mengembangkan akal budi supaya anak didik
dapat hidup penuh kebijaksanaan demi kebaikan hidup itu sendiri. Oleh
karenanya, tujuan pendidikan di sekolah perlu sejalan dengan pandangan dasar di
atas, mempertinggi kemampuan anak untuk memiliki akal sehat (Jalaluddin dan
Abdullah. 2010: 118).
Kesimpulannya, tujuan
pendidikan yang hendak dicapai oleh para ahli tersebut di atas adalah untuk
mewujudkan anak didik dapat hidup bahagia demi kebaikan hidupnya sendiri. Jadi,
dengan mengembangkan akalnya maka akan dapat mempertinggi kemampuan akal. Dari
prinsip-prinsip pendidikan perenialisme tersebut, maka dapat diketahui bahwa
perkembangan pendidikan perenialisme telah mempengaruhi sistem pendidikan
modern, seperti pembagian kurikulum untuk sekolah dasar, menengah, perguruan
tinggi dan pendidikan orang dewasa (Jalaluddin dan Abdullah. 2010: 118).
C.
Perbandingan
Esensialisme dan Perenialisme
1.
Persamaan Aliran
Esensialisme dan Aliran Perennialisme
Menurut George
(2007:181), Dalam perbincangan tentang esensialisme dan perenialisme tampak
bahwa dua teori konservatif ini mempunyai banyak kesamaan. Christopher Lucas
menuturkan kesamaan di antara keduanya sebagai berikut:
a.
Beragam ajaran kalangan
tradisonalis atau konservatif cenderung setuju bahwa pertimbangan-pertimbangan
kegunaan dan efisiensi teknokratik harus ditundukkan pada tujuan-tujuan etis,
spiritual, dan intelektual yang tertinggi dari pendidikan umum.
b.
Kalangan esensialis dan
perenialis setuju bahwa hal inti dari usaha-usaha pendidikan adalah pegalihan
dan asimilasi suatu disiplin materi kajian tertentu, sesuatu yang memasukkan
unsur-unsur dasariah dari wawasan budaya sosial.
c.
Keduanya memperkenalkan
pentingnya upaya serius, kedisiplinan dan kontrol dari dalam proses belajar,
sebagai laan dari memperturutkan diri mengikuti kebutuhan-kebutuhan jangka
pendek dan kepentingan sesaat.
d.
Kalangan konservatif
sama-sama mendukung gagasan kesinambungan sirkuler.
2.
Perbedaan Aliran Esensialisme
dan Aliran Perenialisme
Menurut George (2007:
182), perbedaan-perbedaan antara kedua aliran ini ialah sebagai berikut:
a.
Bahwa esensialisme
secara utuh lebih kurang menekankan intelektual dibandingkan dengan
perenialisme. Esensialisme lebih kurang memperhatikan kebenaran-kebenaran yang
dianggap abadi dan lebih memperhatikan penyesuaian peserta didik terhadap
lingkungan sosial dan fisiknya daripada perenialisme.
b.
Bahwa esensialisme
lebih bersedia (daripada perenialisme) menyerap masukan-masukan positif
progresivisme untuk metode pendidikan.
c.
Pada sikap yang
berlainan terhadap karya-karya besar masa lalu. Kalangan perenialisme amat
menekankan karya-karya semacam itu sebagai perwujudan gagasan universal manusia
yang tak terbatasi waktu. Sementara itu kalangan esensialis menganggap
karya-karya besar masa lalu sebagai salah satu sumber yang mungkin untuk
pengkajian persoalan-persoalan sekarang.
d.
Suatu perbedaan yang
tidak disingggung oleh Kneller namun akan membantu pembaca untuk lebih bisa
memahami perbedaan-perbedaan diantara keduanya, adalah bahwa bidikan utama
perenialisme diarahkan pada pendidikan tinggi, sedangkan bidikan kalangan
esensialime tampaknya lebih ditujukan untuk tingkat pendidikan dasar dan
menengah.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Pengertian
Aliran Esensialisme dan Aliran Perenialisme
·
Aliran Esensialisme
beranggapan, bahwa manusia perlu kembali kepada kebudayaan lama, yaitu
kebudayaan yang telah ada semenjak peradaban manusia yang pertama. Hal ini mengingat
kebudayaan lama itu telah banyak
membuktikan kebaikan-kebaikannya untuk
manusia.
·
Aliran Perennialisme
atau perenialisme diambil dari kata “perennial”
yaitu aliran filsafat yang berpegang pada nilai-nilai dan/norma-norma yang
bersifat kekal-abadi.
2. Peranan
Esensialisme serta Perenialisme dalam Pendidikan
·
Bagi kalangan
Esensialis, pendidikan mempunyai tugas pokok menyelenggarakan pembelajaran
keterampilan-keterampilan dasariah dan materi, yang dengan penguasaan penuh,
akan meyiapkan peserta didik untuk berfungsi sebagai anggota masyarakat yang
berperadaban.
·
Prinsip mendasar
pendidikan bagi aliran perennialisme ini adalah membantu subjek-subjek didik
menemukan dan menginternalisasikan kebenaran abadi, karena memang kebenarannya
mengandung sifat universal dan tetap. Kebenaran-kebenaran seperti ini hanya
dapat diperoleh subjek-subjek didik melalui latihan intelektual yang dapat
menjadikan pikirannya teratur dan tersistematisasi sedemikian rupa.
B.
Saran
Kepada semua pembaca
bila mendapat kekeliruan dalam makalah ini harap bisa meluruskannya, serta agar
dapat membaca kembali
literatur-literatur yang berkenaan dengan pembahasan ini sehingga diharapkan
akan bisa lebih menyempurnakan kembali pembahasan materi dalam ma
DAFTAR
PUSTAKA
Barnadib,
Imam. 1976. Filsafat Pendidikan: Sistem
dan Metode. Yogyakarta: Andi Offset.
Gandhi,
Wangsa Teguh. 2011. Filsafat Pendidikan:
Mazhab-Mazhab Filsafat Pendidikan. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Jalaluddin
dan Abdullah. 2010. Filsafat Pendidikan:
Manusia, Filsafat, dan Pendidikan. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Knight, R. George. 2007. Filsafat Pendidikan, Yogyakarta: Gama
Media.
Muhmidayeli. 2011. Filsafat Pendidikan. Bandung: PT. Refika Aditama.
Sadulloh, Uyoh. 2011. Pengantar Filsafat Pendidikan, Alfabeta:
Bandung.
Said,
AS Muhammad. 2009. Filsafat Pendidikan
Islam. Yogyakarta: Mitra Pustaka.
Syam,
Noor Mohammad. 1983. Filsafat pendidikan
dan dasar filsafat pendidikan pancasila. Surabaya: Usaha Nasional.
Subscribe to:
Posts (Atom)
CONTOH LAPORAN PERJALANAN KE GALERI LUKISAN
LAPORAN PERJALANAN KE MASJIDI GALERI LUKISAN Laporan: Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Apres...

-
Untuk memahami dan menikmati karya sastra diperlukan pemahaman tentang teori sastra. Teori sastra menjelaskan kepada kita ten...
-
KARYA ILMIAH KEBUDAYAAN INDONESIA OLEH: ISBUL ANSARI N1A414003 FAKULTAS ILMU BUDAYA ...
-
Contoh proposal diskusi publik - Baiklah teman-teman yang saya cintai, kali ini saya ingin memposting contoh proposal diskusi publik. Ap...